Presnews.my.id|Bangkalan – Keputusan Polres Bangkalan menghentikan penyidikan kasus dugaan malpraktik di Puskesmas Kedungdung, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menuai gelombang kritik. Kasus yang sempat menggegerkan publik lantaran kepala bayi dilaporkan terputus dan tertinggal di rahim sang ibu saat proses persalinan, kini dinyatakan bukan tindak pidana oleh kepolisian.
Perkara tersebut berawal dari laporan polisi Nomor LB/B.31/III/2024/SPKT/POLRES BANGKALAN POLDA JAWA TIMUR, yang diajukan Sulaiman, warga Dusun Bealang, Desa Pangpajung, Kecamatan Modung, pada 4 Maret 2024. Sulaiman melaporkan tenaga kesehatan yang membantu persalinan di Puskesmas Kedungdung karena diduga lalai hingga menyebabkan kematian tragis pada bayi yang dikandung istrinya.
Penyidikan sempat menunjukkan perkembangan positif. Berdasarkan SP2HP Nomor B/128.a/VI/RES.1.24/2024/Satreskrim, perkara ini resmi naik ke tahap penyidikan pada 10 Juni 2024. Namun, hampir satu tahun berlalu tanpa kejelasan hingga akhirnya Polres Bangkalan menerbitkan Surat Perintah Tugas Penyidikan Nomor Sp.Gas/168N/RES.1.24/2025/Satreskrim dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/168N/RES.1.24/2025/Satreskrim pada 5 Mei 2025.
Ironisnya, empat bulan kemudian, tepat pada 11 September 2025, pelapor menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang menyatakan penyidikan dihentikan.
“Kami sudah melakukan gelar perkara dan menghentikan kasus dugaan malpraktik kepala bayi terputus di Puskesmas Kedungdung. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tindakan bidan Mega Dini Hariyanti S.ST dinilai sesuai standar dan profesional. Tidak ditemukan unsur pidana,” ujar IPDA Nurcahyono, Kanit Pidum Polres Bangkalan.
Namun, keputusan tersebut langsung mendapat penolakan keras dari pihak keluarga korban.
“SP2HP penghentian penyidikan dari Polres Bangkalan cenderung tidak profesional, tidak transparan, dan kurang berprikemanusiaan. Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan menempuh langkah hukum lanjutan,” tegas Lukman Hakim, penasihat hukum keluarga korban, Rabu (5/11/2025).
Kasus ini tidak hanya menorehkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menimbulkan pertanyaan publik soal akuntabilitas pelayanan kesehatan dan keseriusan aparat penegak hukum dalam menindak dugaan kelalaian medis di lapangan.
Publik kini menunggu langkah lebih lanjut dari pihak keluarga yang berencana membawa kasus ini ke tingkat Polda Jawa Timur atau bahkan ke Komnas HAM, untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan bagi korban dan keluarganya.
(Tim)
