Presnews.my.id / Sampang – Dugaan praktik monopoli dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Sampang kian vulgar. Proyek miliaran di Dinas Kesehatan, DPMD, hingga sektor Pendidikan diduga “dikuasai” oleh segelintir penyedia langganan yang sudah ditentukan sejak awal. Ironisnya, Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (Barjas) yang seharusnya hanya menjadi fasilitator, justru dituding menjadi “penentu akhir” siapa yang boleh menang dan siapa yang harus tersingkir, Rabu (6/8/2025).
Informasi yang dihimpun menyebutkan, penguasaan proyek di dua dinas tersebut didominasi oleh penyedia berinisial PT/CV JMN dan AP. Sementara itu, dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) rumah sakit dan puskesmas, nama PT/CV NGS dan GTR kembali muncul sebagai pemain utama. Indikasi pengaturan pemenang proyek pun semakin tak terbantahkan.
“Saya ikut lelang proyek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari DAK Tahun Anggaran 2025, berkas lengkap, harga sesuai, tapi ujung-ujungnya yang menang lagi-lagi mereka, sudah lima tahun berturut-turut,” ungkap seorang vendor lokal yang enggan disebut namanya, Sabtu (2/8/2025).
Vendor tersebut menuding proses seleksi proyek tidak lagi murni dinilai dari aspek teknis dan administrasi. Keputusan akhir diduga justru ditentukan oleh oknum di Barjas, bukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dinas terkait.
“Ada arahan khusus. Katanya tidak bisa asal klik di e-katalog, padahal aturan mainnya jelas, Barjas itu hanya fasilitator, bukan yang menentukan siapa pemenang proyek,” ujar seorang pelaku usaha penyedia alat kesehatan, Selasa (22/7).
Situasi ini dinilai sebagai pelampauan fungsi dan wewenang Barjas yang fatal. Dalam regulasi, Barjas hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses pengadaan, bukan sebagai ‘hakim’ yang memutus siapa yang berhak mendapatkan proyek.
Direktur Indonesia Analisys Politic and Policy Consulting (IDEA), Samhari, S.Ip., menegaskan praktik semacam ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sangat berbahaya bagi iklim pengadaan pemerintah yang sehat.
“Kalau vendor harus lewat pintu belakang untuk menang proyek, maka sistem e-katalog hanya jadi formalitas belaka. Ini bukan lagi soal efisiensi atau kualitas, tapi praktik oligopoli yang bisa berujung pada korupsi terstruktur,” tegasnya.
Menurut Samhari, penguasaan tiga dinas strategis oleh segelintir penyedia yang sama dari tahun ke tahun, patut dicurigai sebagai modus pengaturan proyek yang sistematis. “Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan,” tambahnya.
Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, Kabag Barjas Pemkab Sampang, Samsul, belum bisa dikonfirmasi. Upaya media menghubungi via pesan maupun panggilan tidak membuahkan hasil. Nomor yang bersangkutan tidak aktif.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sampang belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik ini. Tidak ada kejelasan apakah akan dilakukan evaluasi internal terhadap sistem pengadaan yang mulai dinilai cacat prosedur tersebut.
Berbagai kalangan mendesak agar pola pengadaan di Dinas Pendidikan, DPMD, dan Dinas Kesehatan segera diaudit menyeluruh. Pasalnya, ketiga sektor tersebut setiap tahunnya mengelola anggaran bernilai miliaran rupiah yang rawan menjadi lahan basah bagi para aktor oportunis.
“Jika tidak ada tindakan tegas, ini hanya menunggu waktu untuk menjadi bom waktu korupsi yang lebih besar. Sistem pengadaan harus dipastikan fair dan terbuka, jangan sampai dikangkangi segelintir orang demi kepentingan pribadi,” pungkas Samhari. (Wir)