Presnews.my.id|Sampang – Dugaan ketidaksesuaian spesifikasi dalam proyek rehabilitasi toilet SDN Kamuning 3, Kecamatan Sampang, kini tak lagi sekadar isu teknis biasa. Proyek yang bersumber dari uang negara itu justru memunculkan aroma kelalaian serius hingga dugaan penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan publik, Kamis 25-12-2025.
Di lapangan, fakta mencolok langsung terlihat. Papan nama proyek tidak dipasang, sebuah pelanggaran elementer yang menabrak prinsip transparansi anggaran. Lebih mengkhawatirkan lagi, temuan penggunaan besi tulangan beton yang diduga dicampur antara diameter 10 dan 12 milimeter menimbulkan kecurigaan kuat bahwa pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Padahal, dalam proyek konstruksi yang dibiayai APBN/APBD, keseragaman dan kesesuaian spesifikasi material adalah harga mati. Campur aduk besi tulangan bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi dapat berdampak langsung pada kekuatan, daya tahan, dan keselamatan bangunan.
Ironisnya, kondisi fisik di lapangan justru semakin memperparah dugaan tersebut. Pada beberapa titik struktur beton, retakan awal terlihat jelas, terutama di area sekitar tulangan. Temuan ini memperkuat indikasi bahwa kualitas pekerjaan dikerjakan secara asal-asalan dan jauh dari standar mutu konstruksi.
Yang paling mencengangkan, proyek bermasalah ini dilaporkan telah dinyatakan selesai dan masuk tahap Provisional Hand Over (PHO). Fakta ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin pekerjaan dengan dugaan cacat spesifikasi dan keretakan fisik bisa lolos serah terima sementara? Apakah proses PHO hanya formalitas administrasi tanpa pemeriksaan teknis yang serius?
Sikap pelaksana pekerjaan pun menambah daftar kejanggalan. Upaya konfirmasi media kepada pihak pelaksana, yang disebut bernama Samsuri dari CV Nifsura Mitra Lestari, tidak membuahkan hasil. Yang bersangkutan memilih bungkam dan enggan menjawab pertanyaan terkait ketiadaan papan proyek, spesifikasi besi tulangan, kondisi retakan bangunan, hingga proses PHO. Sikap ini dinilai sebagai bentuk penghindaran dari tanggung jawab publik, padahal proyek tersebut dibiayai oleh uang rakyat.
Kondisi ini memicu sorotan tajam publik terhadap fungsi pengawasan proyek. Di mana peran pengawas lapangan, konsultan pengawas, serta pejabat teknis pelaksana kegiatan? Lemahnya pengawasan membuka ruang lebar terjadinya penyimpangan spesifikasi, yang jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan anggaran pendidikan di Kabupaten Sampang.
Atas dasar itu, Inspektorat Daerah Kabupaten Sampang dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak segera turun tangan melakukan audit menyeluruh dan independen. Audit tidak boleh setengah-setengah, melainkan harus membongkar total kesesuaian antara pekerjaan fisik di lapangan dengan dokumen kontrak, spesifikasi teknis, serta anggaran yang tercantum dalam sistem LPSE.
Bahkan, jika aparat pengawas internal dan eksternal tetap diam, persoalan ini patut didorong ke ranah Aparat Penegak Hukum (APH) untuk ditelusuri lebih jauh, terutama jika ditemukan indikasi pelanggaran prosedur, rekayasa PHO, atau potensi kerugian negara.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pelaksana proyek masih memilih bungkam dan belum memberikan klarifikasi resmi kepada media. Publik pun menunggu: apakah proyek bermasalah ini akan dibongkar secara transparan, atau kembali dikubur dalam senyap?.
(Wir)
