Presnews.my.id|Sampang – Aroma busuk kejanggalan dalam kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Syamsiah, warga Jalan Imam Ghozali, Sampang, kian menyengat. Alih-alih mendapat perlindungan hukum, perempuan ini justru sempat dituntut 2 tahun 10 bulan penjara atas tuduhan yang kian terbukti janggal. Fakta persidangan justru menguak: mobil yang dijanjikan sebagai alat pembayaran tak pernah sekalipun ia terima.
Kasus bermula pada 10 November 2018. Rindawati, seorang guru asal Desa Baruh, Sampang, melakukan transaksi pembelian rumah dengan Syamsiah. Sebagai pengganti uang Rp95 juta, Rindawati menjanjikan satu unit mobil Toyota Avanza merah. Kwitansi pembayaran pun ditandatangani. Namun mobil itu ternyata diserahkan kepada Syamsul Risal, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ironisnya, Risal hanya berpura-pura “meminjam” mobil tersebut sebentar ke rumah Rindawati, namun hingga kini tak pernah kembali. BPKB dan STNK pun raib entah ke mana. Akibatnya, Syamsiah tidak hanya kehilangan hak atas mobil, tetapi juga tidak menerima uang sepeser pun. Ia bahkan dipaksa menandatangani kwitansi yang diduga kuat penuh rekayasa.
“Ini jelas penipuan terang-terangan. Mobil tidak ada, uang tidak ada, tapi laporan Rindawati malah menjerat Syamsiah. Ini bentuk kezaliman yang nyata,” tegas pihak keluarga dengan nada geram.
Fakta persidangan di Pengadilan Negeri semakin memperkuat posisi Syamsiah. Syamsul Risal mengaku secara terbuka bahwa Syamsiah sama sekali tidak pernah menerima mobil yang dijanjikan. Pernyataan itu otomatis meruntuhkan tuduhan terhadap korban. Namun yang mengejutkan, Rindawati masih bebas berkeliaran, meski diduga memberikan keterangan palsu kepada penyidik.
Tidak tinggal diam, Syamsiah resmi melaporkan Rindawati dan Risal ke Polres Sampang. Berdasarkan surat pelaporan Nomor: STTLP/98/VI/2025/SPKT/Polres Sampang/Polda Jawa Timur tertanggal 14 Juni 2025, Rindawati diduga kuat melakukan tindak pidana penipuan atau perbuatan curang sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP atau Pasal 373 KUHP.
Keluarga Syamsiah mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polres Sampang, agar segera menetapkan Rindawati sebagai tersangka.
“Kami menuntut keadilan! Rindawati harus merasakan bagaimana rasanya menzhalimi orang lain. Jangan biarkan hukum dipermainkan,” desak keluarga penuh emosi.
Mereka menilai laporan Rindawati telah secara keji menjerumuskan Syamsiah.
“Bayangkan, uang Rp95 juta tidak ada, mobil pun tak pernah diberikan. Tapi laporan diputarbalikkan, seolah Syamsiah yang bersalah. Apakah hukum di negeri ini hendak membutakan keadilan?” lanjut mereka.
Saat dikonfirmasi, pihak Polres Sampang membenarkan adanya laporan tersebut.
“Ya, benar ada laporan masuk. Saat ini sedang kami proses lebih lanjut,” ujar seorang perwira singkat melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini kini menyedot perhatian publik Sampang. Banyak kalangan menilai perkara Syamsiah adalah potret buram penegakan hukum di tanah air—di mana yang lemah sering menjadi korban permainan hukum. Sorotan publik kini tajam mengarah pada penyidik Polres Sampang: beranikah mereka menjerat Rindawati sebagai tersangka, atau justru membiarkannya berlindung di balik tameng kekuasaan?(Wir)

