"Mengguncang Institusi: Masa Jabatan Kapolri di Tengah Pusaran Politik dan Profesionalisme"

"Mengguncang Institusi: Masa Jabatan Kapolri di Tengah Pusaran Politik dan Profesionalisme"

Minggu, 08 Juni 2025, Juni 08, 2025

 




Bogor - Dalam hiruk pikuk dunia kepolisian Indonesia, sebuah pertanyaan besar kembali mengemuka: apakah masa jabatan Kapolri yang panjang adalah berkah atau bencana bagi institusi Polri? Di tengah pusaran politik dan profesionalisme yang terus bergulir, polemik ini menyita perhatian publik dan memicu perdebatan sengit. Apakah Kapolri yang menjabat lama akan membawa stabilitas dan kemajuan bagi Polri, ataukah justru terjebak dalam labirin kepentingan politik yang mengancam independensi dan profesionalisme?



Mari kita telusuri lebih dalam, dengan mengacu pada regulasi dan fakta yang ada, bagaimana sebenarnya peran Kapolri dalam menjaga keamanan dan ketertiban nasional, serta bagaimana masa jabatan yang panjang dapat mempengaruhi kinerja dan independensi Kapolri.


Dari satu sisi, masa jabatan yang panjang dapat memberikan keuntungan bagi kesinambungan program dan reformasi institusional di tubuh Polri. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang mendalam tentang organisasi, seorang Kapolri dapat lebih efektif dalam mengimplementasikan visi dan misinya. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mengatur tentang kedudukan, tugas, dan wewenang Kapolri.


Namun, dari sisi lain, masa jabatan yang terlalu panjang dapat menimbulkan kesan bahwa Kapolri lebih tunduk pada kepentingan politik tertentu daripada mengutamakan profesionalisme dan kepentingan publik. Dalam beberapa kasus, kita telah melihat bagaimana Kapolri dapat menjadi sangat dekat dengan kekuasaan politik, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan objektivitas mereka. Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden memiliki kekuasaan eksekutif tertinggi, namun hal ini tidak berarti bahwa Kapolri harus tunduk pada kepentingan politik semata.


Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa yang lebih penting daripada membatasi masa jabatan Kapolri adalah memastikan bahwa proses seleksi dan pengangkatan Kapolri dilakukan secara transparan dan profesional. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa Kapolri yang dipilih adalah orang yang paling tepat untuk menjalankan tugasnya, bukan hanya sekadar orang yang disukai oleh kekuasaan politik. Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur tentang persyaratan Kapolri, yang mencakup integritas, profesionalisme, dan kemampuan manajerial.


Selain itu, penting juga untuk memperkuat mekanisme akuntabilitas dan pengawasan terhadap kinerja Kapolri. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa Kapolri tetap bertanggung jawab kepada publik dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Pasal 31 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur tentang pengawasan dan pemeriksaan terhadap kinerja Polri.


Dalam konteks ini, peran DPR sebagai lembaga pengawas sangatlah penting. DPR harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengawasi kinerja Kapolri dan memastikan bahwa Kapolri tetap profesional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu. Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengatur tentang fungsi pengawasan DPR terhadap eksekutif.


Dalam kesimpulan, masa jabatan Kapolri bukanlah masalah utama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memastikan bahwa Kapolri dipilih dan diangkat secara profesional, serta diawasi dengan baik oleh lembaga pengawas. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang profesional dan independen, serta dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam menjaga keamanan dan ketertiban nasional.


Oleh : Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas)

Jurnalis Pewarna Indonesia

TerPopuler