Presnews.my.id|Sampang – Maraknya peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sampang bukan sekadar urusan pelanggaran cukai. Ini adalah potret buram lemahnya pengawasan negara—dan bisa jadi, bentuk pembiaran sistematis.
Kekacauan data antara instansi pemerintah semakin memperjelas persoalan ini. Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag) Sampang mencatat ada 30 perusahaan rokok (PR) yang beroperasi di wilayahnya. Namun ironisnya, Kantor Bea Cukai Madura hanya mengakui 13 PR yang berizin resmi.
Fakta mencengangkan ini mencuat dalam audiensi Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI) dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Madura pada Selasa (23/09). Dalam forum itu, Humas KPBC Madura, Andru, secara terbuka mengakui pihaknya hanya mengetahui 13 PR yang terdaftar resmi dan menebus pita cukai.
“Kalau memang ada 30 PR, kami hanya tahu 13 yang resmi berizin. Untuk sisanya, kami justru mempertanyakan ke GASI, di mana lokasi dan share lock-nya,” kata Andru, seolah memindahkan tanggung jawab.
Pernyataan tersebut langsung menuai kritik keras dari GASI. Hariansyah, salah satu anggota GASI, menyebut adanya perbedaan data itu sebagai bukti telanjang buruknya koordinasi antarlembaga negara yang membuka ruang subur bagi praktik rokok ilegal.
“Ini membingungkan sekaligus mencurigakan. Diskopindag bilang ada 30 PR, tapi Bea Cukai cuma tahu 13. Lalu yang 17 ini apa? Hantu? Kalau aparat saja bingung, jangan heran kalau rokok ilegal leluasa beredar,” sindir Hariansyah tajam.
H. Suja’i, anggota GASI lainnya, menilai kondisi ini sebagai “bom waktu” yang dibiarkan terus berdetak. Ia menegaskan bahwa pembiaran terhadap perbedaan data ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar akibat kebocoran cukai.
“Pertanyaannya, ini kelalaian atau pembiaran? Karena jika benar 17 PR itu ilegal dan dibiarkan, artinya ada pihak yang bermain. Negara dirugikan, rakyat dikhianati,” tegas Suja’i.
GASI mendesak Bupati Sampang untuk tidak tinggal diam. Menurut mereka, Pemkab tidak bisa berlindung di balik kewenangan pusat. Pemerintah daerah tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan seluruh PR di wilayahnya beroperasi sesuai aturan.
“Bupati harus turun tangan. Ini masalah serius. Jangan hanya jadi penonton. Panggil Diskopindag, panggil Bea Cukai, buka datanya, sinkronkan, lalu tindak yang melanggar,” desak Hariansyah.
GASI berkomitmen akan membawa persoalan ini ke level pusat jika tidak segera ditangani secara transparan dan tuntas. Ketidaksinkronan data antara dua lembaga resmi ini menjadi sinyal bahaya bahwa sistem pengawasan rokok di Sampang sedang lumpuh—atau sengaja dilumpuhkan. (Wir)