SAMPANG – Proyek pembangunan Puskesmas Mandangin yang baru saja rampung kini menuai sorotan tajam. Alih-alih membawa harapan, fasilitas kesehatan yang dibangun dengan anggaran negara senilai Rp6,3 miliar itu justru mengecewakan masyarakat Pulau Mandangin.Selasa 20-05-2025
Atap bangunan yang belum lama difungsikan sudah bocor. Hal ini diungkap langsung oleh Kepala Puskesmas Pulau Mandangin, drg. Rina, yang menyaksikan sendiri genangan air di beberapa titik akibat kebocoran saat hujan mengguyur wilayah tersebut pada Senin malam (19/05)
“Saya kecewa. Puskesmas ini baru dibangun tapi sudah bocor. Ini bukan hanya soal estetika, melainkan menyangkut kualitas pekerjaan dan kepentingan masyarakat. Sangat memalukan,” tegas drg. Rina,
Pembangunan Puskesmas Pulau Mandangin dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana ANDIEN, beralamat di Jl. Kusuma Bangsa No.11, Kelurahan Gunung Sekar, Sampang. Proyek ini dibiayai dari APBD dengan nilai pagu Rp6.331.275.000.
Proyek ini juga melibatkan:
Konsultan Perencana: CV. Nandha Graha Const (Jl. Jokotole No.105, Pamekasan) dengan nilai kontrak Rp189.820.000
Konsultan Pengawas: PT. Adhi Hutama Konsulindo (Jl. Jemursari Regency Blok B 38, Surabaya) dengan nilai kontrak Rp249.650.000
Dengan total anggaran hampir menyentuh Rp6,8 miliar, publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat. Bocornya atap di awal masa penggunaan mencerminkan buruknya mutu pekerjaan dan lemahnya fungsi pengawasan.
Masyarakat dan tenaga kesehatan di Pulau Mandangin mendesak Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang untuk segera turun tangan. Mereka menuntut tidak hanya perbaikan fisik, tetapi juga investigasi menyeluruh atas kemungkinan pelanggaran prosedur, kelalaian, bahkan indikasi korupsi.
Lembaga pengawasan seperti Inspektorat dan Kejaksaan Negeri juga didorong untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini. Bila atap saja sudah bocor, bagaimana dengan kualitas struktur lainnya yang tak tampak kasat mata?
“Kami di sini berurusan dengan pasien setiap hari, bukan proyek gagal. Kalau hal seperti ini dibiarkan, nyawa pasien dan tenaga kesehatan bisa jadi taruhan,” tambah drg. Rina.
Kasus ini memperlihatkan buramnya wajah pembangunan di wilayah kepulauan yang kerap hanya dijadikan objek laporan seremonial. Padahal, masyarakat Mandangin berhak atas fasilitas kesehatan yang aman, nyaman, dan layak, sebagaimana daerah lain.
Puskesmas adalah jantung pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Ketika bangunan barunya sudah bermasalah, ini bukan sekadar soal teknis—melainkan bentuk pengkhianatan terhadap hak masyarakat atas pelayanan publik yang bermartabat.
Pemerintah daerah harus bertindak tegas. Menambal atap tidak cukup. Harus diusut siapa saja yang bermain dalam proyek ini. Jika tidak, kasus ini akan menjadi noda serius dalam wajah pelayanan publik di Kabupaten Sampang.
Wirno