“Bansos Diduga Dipangkas Setengah, Warga Desa Meteng Terpaksa Diam: Ke Mana Sisa Beras dan Minyak?”

“Bansos Diduga Dipangkas Setengah, Warga Desa Meteng Terpaksa Diam: Ke Mana Sisa Beras dan Minyak?”

Sabtu, 27 Desember 2025, Desember 27, 2025


Presnews.my.id|Sampang – Bantuan pangan yang semestinya menjadi penopang hidup warga miskin justru berubah menjadi sumber kecurigaan di Desa Meteng, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Di balik pembagian beras dan minyak goreng, tercium kuat dugaan praktik pemotongan bantuan sosial yang secara nyata merugikan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Hasil investigasi Tim Media pada Jumat, 26 Desember 2025, mengungkap fakta mencolok di lapangan. Setiap KPM seharusnya menerima 20 kilogram beras dan 4 liter minyak goreng. Namun kenyataannya, warga hanya memperoleh setengahnya: 10 kilogram beras dan 2 liter minyak goreng. Tanpa surat resmi, tanpa pengumuman terbuka, dan tanpa penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pembagian dilakukan sepihak di balai desa, seolah pengurangan itu hal lumrah yang tak perlu dipersoalkan.

“Ambil di balai desa, ya segitu yang dikasih,” ujar seorang warga singkat. Kalimat sederhana ini mencerminkan situasi memilukan: bantuan negara diperlakukan bukan sebagai hak warga, melainkan belas kasihan yang tak boleh dipertanyakan.

Kesaksian memilukan datang dari seorang lansia berinisial M. Ia mengaku hanya menerima satu sak beras dan dua liter minyak goreng. “Kami orang kecil, tidak berani tanya,” ucapnya lirih. Pernyataan ini menelanjangi ketimpangan relasi kuasa di tingkat desa, di mana warga memilih diam meski haknya terpotong terang-terangan.

Keseragaman pengalaman yang dialami banyak warga semakin memperkuat dugaan bahwa pengurangan ini bukan kesalahan teknis atau kekeliruan distribusi semata. Indikasi kuat mengarah pada praktik sistematis. Pertanyaan krusial pun tak terelakkan: ke mana sisa beras dan minyak goreng itu mengalir?

Lemahnya pengawasan dari institusi terkait—mulai dari BULOG sebagai penyedia, Dinas Ketahanan Pangan, hingga aparatur desa—diduga menjadi celah gelap yang dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab. Celah inilah yang berpotensi menjadikan bantuan sosial sebagai ladang bancakan di atas penderitaan warga miskin.

Pengamat bantuan sosial, M. Hoiri, menilai dugaan pemotongan bantuan pangan tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, jika pengurangan volume dilakukan secara sengaja, maka perbuatan tersebut masuk kategori pelanggaran serius.

“Bantuan sosial adalah hak warga dan dilindungi oleh negara. Jika ada oknum yang dengan sengaja memotong volumenya, itu bukan hanya pelanggaran etika, tapi berpotensi pidana,” tegas M. Hoiri.

Ia menekankan bahwa kasus di Desa Meteng harus segera dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) agar tidak berhenti sebagai isu lokal yang menguap tanpa pertanggungjawaban hukum. “Kalau dibiarkan, praktik seperti ini akan terus berulang dan menjadikan bansos sebagai objek bancakan,” ujarnya.

Menurutnya, penegakan hukum dan audit distribusi harus dilakukan secara terbuka dan menyeluruh. Negara, kata dia, tidak boleh kalah oleh oknum yang memperdagangkan hak orang miskin. “Yang dipotong bukan hanya beras dan minyak, tetapi rasa keadilan,” tandasnya.

Kasus Desa Meteng menjadi potret buram distribusi bantuan sosial di tingkat akar rumput. Ketika bantuan negara tak pernah sampai utuh dan warga dipaksa pasrah, yang dipertaruhkan bukan sekadar logistik, melainkan kepercayaan publik terhadap negara dan wibawa hukum itu sendiri.

(Tim)

TerPopuler