“Omben Darurat Penyuluh: Standar Nasional Tidak Dipenuhi, LKPK Minta Pemerintah Pusat Turun Tangan”

“Omben Darurat Penyuluh: Standar Nasional Tidak Dipenuhi, LKPK Minta Pemerintah Pusat Turun Tangan”

Senin, 17 November 2025, November 17, 2025

 


Presnews.my.id|Sampang – Minimnya tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di wilayah kerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Omben kembali mendapat sorotan keras dari Ketua Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (LKPK) Kabupaten Sampang, H. Suja’i. Ia menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar kekurangan personel, tetapi telah menjadi ancaman serius bagi pembinaan petani dan masa depan pertanian daerah.


Dari 20 desa di Kecamatan Omben, hanya 6 PPL yang aktif. Padahal, menurut standar ideal, “seharusnya pendamping penyuluhan itu satu desa satu penyuluh” agar pembinaan berjalan maksimal dan petani memperoleh layanan pendampingan yang layak.


“Kalau satu penyuluh harus menangani 3 sampai 4 desa, itu bukan pendampingan namanya. Ini bukti lemahnya komitmen pemerintah dalam menjamin hak petani untuk dibina dan diberdayakan. Pertanian tidak akan maju jika penyuluhnya saja sangat minim,” tegasnya.


LKPK Mendesak Pemerintah Pusat Turun Tangan


Melihat kondisi ini, H. Suja’i tidak hanya mendesak pemerintah daerah, tetapi juga meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertanian, untuk mengambil langkah nyata serta menambah jumlah PPL.


“Jika daerah tidak mampu menyediakan penyuluh yang memadai, maka pusat wajib turun tangan. Jangan biarkan petani dibiarkan tanpa pendamping di 20 desa. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan sekadar urusan administrasi,” ujarnya.


Pupuk Bersubsidi Kacau karena Sosialisasi Lemah


Selain minimnya penyuluh, H. Suja’i menyebut banyak petani gagal mendapatkan pupuk bersubsidi akibat kurangnya pemahaman mengenai prosedur Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Padahal, aturan sudah jelas:


Untuk terdaftar sebagai penerima pupuk subsidi, petani wajib melengkapi:


KTP


KK


Bukti kepemilikan lahan (sertifikat atau SPPT)



“Banyak petani tidak tahu bahwa harus terdaftar di RDKK dengan KTP, KK, dan bukti lahan. Karena tidak ada penyuluh yang membimbing, mereka tidak masuk sistem dan akhirnya tidak dapat pupuk. Sementara sebagian oknum Poktan justru diduga memainkan data, dan ini sangat merugikan petani kecil,” tegasnya.


Pengakuan Dinas Dinilai Tidak Cukup


H. Suja’i juga mengungkapkan bahwa Dinas Pertanian mengakui adanya kekurangan tenaga penyuluh. Namun, menurutnya, pengakuan tanpa tindakan tidak menyelesaikan apa pun.


“Faktanya 20 desa hanya dijaga 6 penyuluh. Dampaknya: sosialisasi lumpuh, petani salah informasi, dan dugaan permainan pupuk bersubsidi semakin kuat. Pemerintah tidak boleh terus berlindung di balik alasan, harus bertindak,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa petani akan terus menjadi korban jika pemerintah tidak segera menambah penyuluh, memperkuat pendampingan, dan memperketat pengawasan Poktan.


“Petani adalah tulang punggung daerah. Jangan jadikan mereka korban dari sistem yang tidak berjalan. Satu desa harus punya satu penyuluh—itu standar ideal yang seharusnya dipenuhi, bukan dikurangi,” pungkasnya.(Wir/Tim) 

TerPopuler