Presnews.my.id|Sampang – Dugaan skandal dalam pembangunan toilet (jamban) SMP 3 Omben yang dibiayai Dana Alokasi Umum (DAU) 2025 semakin menyeruak ke permukaan. Temuan tim investigasi media di lapangan tidak hanya mencurigakan—melainkan telanjang memperlihatkan indikasi penyimpangan yang diduga sengaja dilakukan dan berpotensi menjadi ajang memperkaya diri pihak tertentu. Jum'at 12-12-2025
Sejak awal, pekerjaan proyek ini sudah menunjukkan tanda-tanda “main mata”. Material yang dipakai jauh dari standar Rencana Anggaran Biaya (RAB). Di lokasi, tembok justru dibangun menggunakan bata putih, padahal dalam RAB tercantum jelas penggunaan bata merah atau bata ringan. Kanal C pun bukan merek Kencana sebagaimana spesifikasi resmi—yang terpasang malah merek lain yang kualitasnya dipertanyakan.
Lebih parah lagi, tim investigasi mendapati penggunaan besi yang diduga tidak sesuai standar RAB—menandakan adanya pengurangan mutu konstruksi secara mencolok. Kesannya jelas: kualitas dikorbankan demi selisih keuntungan.
Pelanggaran makin terang-benderang ketika proyek ini dikerjakan tanpa papan nama. Publik tidak diberi informasi soal nilai anggaran, penyedia jasa, volume pekerjaan, maupun waktu pelaksanaan. Praktik seperti ini lazim terjadi pada proyek yang ingin “disamarkan” jejaknya.
Tak berhenti di situ, pekerjaan berlangsung tanpa standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Para pekerja dibiarkan bekerja tanpa perlindungan memadai—sebuah kelalaian fatal yang tidak hanya mencerminkan ketidakprofesionalan, tetapi juga mengabaikan keselamatan manusia.
Ironisnya, ketika tim investigasi mencoba menelusuri siapa pelaksana proyek, tak satu pun pekerja berani mengaku. Seolah proyek ini “tidak bertuan”, muncul begitu saja di lingkungan sekolah tanpa tanggung jawab yang jelas.
“Ini proyek sekolah, pakai uang negara, tapi polanya seperti proyek hantu. Material disunat, mutu dipangkas, papan nama hilang, dan tidak ada pelaksana yang berani muncul. Ini bukan lagi janggal—ini berbahaya,” tegas salah satu anggota Tim Investigasi Media.
Tim investigasi menyimpulkan bahwa rangkaian kejanggalan tersebut tidak mungkin terjadi secara tidak sengaja. Ada pola sistematis yang mengarah pada dugaan praktik kecurangan terstruktur.
“Kalau kanal C saja disulap, besi dikurangi, material diganti murah, dan dikerjakan tanpa standar, kami tidak melihat ini sebagai kelalaian. Motif memperkaya diri terlihat jelas. Negara bisa dirugikan,” ungkap anggota tim lain dengan nada keras.
Masyarakat setempat mendesak dinas terkait serta aparat penegak hukum (APH) segera turun melakukan pemeriksaan menyeluruh. Sebab toilet sekolah adalah fasilitas dasar yang menyangkut kesehatan dan kenyamanan siswa—bukan proyek yang boleh dipermainkan dengan cara murahan demi keuntungan gelap.
Proyek tanpa transparansi dan tanpa pertanggungjawaban seperti ini layak diduga sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah anggaran pendidikan. Jika dibiarkan, pola serupa akan terus berulang dan merugikan banyak pihak.(Tim R)
