Makassar — Gerakan Misi Keadilan (GMK) melalui orator Wawan Nur Rewa dalam aksi unjuk rasa ini, Kamis (11/12/25) siang di Kantor Kosipa, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 17, Biringkanaya, Makassar, membuka fakta dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh Kantor DPD Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA) Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) yang telah beroperasi selama kurang lebih 30 tahun tanpa badan hukum yang sah.
Dalam orasi ilmiahnya, menyebut selama kurun waktu tersebut, DPD KOSIPA Sulselbar disinyalir menyerap dana dari kurang lebih 100 unit koperasi yang tersebar di berbagai daerah di Sulsel dan Sulbar, dengan estimasi perolehan mencapai miliaran rupiah per tahun. Selain itu, terdapat dugaan kuat rekayasa laporan pajak penghasilan untuk menghindari pembayaran pajak yang sebenarnya wajib disetor kepada negara.
"Segera audit Kosipa sebab sangat merugikan negara, yang beroperasi tanpa badan hukum, apalagi mengelola puluhan miliar tanpa kejelasan pajak, jika itu benar segera cabut izinnya dan periksa semua yang terlibat," teriak Korlap Wawan Nur Rewa.
GMK menilai praktek yang dilakukan oleh DPD KOSIPA bukan hanya merugikan korban melainkan juga merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.
Kasus Kerugian Korban: Nur Amin Tantu
Salah satu korban, Nur Amin Tantu, mengalami kerugian mencapai kurang lebih Rp 2,1 miliar yang dititipkan secara bertahap selama ± 25 tahun kepada DPD KOSIPA Sulselbar. Hingga kini, modal investasi tersebut tidak dikembalikan tanpa penjelasan dan pertanggungjawaban dari Kosipa, bahkan korban dituduh yang tidak-tidak agar modalnya tidak didapatkan lagi.
"Mereka (kosipa) membuat managemen konflik membuat tuduhan tak masuk akal terhadap korban agar modalnya tidak didapatkan, yang kasian unit di lapangan dijadikan boneka untuk menutupi kesalahan yang ada," cetus Wawan dalam orasi ilmiahnya.
GMK menilai hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan serta praktik penghimpunan dana ilegal dengan dalih koperasi.
Tuntutan Gerakan Misi Keadilan (GMK):
1.Mengembalikan Modal Investasi Korban Nur Amin Tantu sebesar ± Rp 2,1 miliar yang dititipkan secara bertahap selama ± 25 tahun sesuai kwitansi.
2.Transparansi penuh atas pengelolaan dana selama ± 30 tahun operasional DPD KOSIPA Sulselbar yang diduga terkait praktik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
3.Mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan pemeriksaan lengkap terhadap seluruh transaksi keuangan DPD KOSIPA Sulselbar, mengingat instansi tersebut diduga tidak memiliki badan hukum namun menyerap dana puluhan miliar per tahun.
4.Meminta Kemenkeu, Direktorat Jenderal Pajak, OJK, Gubernur Sulsel, DPRD Sulsel, dan seluruh APH melakukan pemeriksaan menyeluruh atas dugaan manipulasi pajak yang berpotensi merugikan negara puluhan miliar rupiah setiap tahun.
5.Mencabut izin operasional DPD KOSIPA Sulselbar apabila terbukti tidak memiliki badan hukum.
6.Menangkap dan mengadili pihak pengendali serta kaki tangan yang terlibat dalam operasional ilegal DPD KOSIPA Sulselbar.
Wawan juga menegaskan telah melaporkan Kantor DPD Kosipa Wil. Sulselbar kepada Polda Sulsel dan sejumlah APH, termasuk akan mengirim surat kaleng ke Istana Negara, bahkan ia menyebut tidak main main dan akan melakukan langka-langka hukum yang lebih massif.
"Atas izin klien saya. Saya telah melaporkan kosipa dan kepada sejumlah APH soal dugaan kejahatan pajak dan kerugian korban, bahkan saya tidak main main akan mengirim surat kaleng ke istana negara," terangnya.
Ratusan massa dari Gerakan Misi Keadilan berakhir bentrok, dalam pantauan, dipicu dari sekelompok preman yang menggunakan senjata tajam dari dalam halaman kantor DPD Kosipa menyerang keluar menggunakan sajam sehingga massa aksi terkena batu dan mengalami luka robek pada bagian kepala.
