Presnews.my.id / Sampang – Dunia pendidikan di Kabupaten Sampang kembali menjadi sorotan tajam. Bukan karena prestasi, melainkan sikap Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sampang, Fadli S.Pd., M.Pd., yang dinilai sulit dihubungi bahkan terkesan menghindar dari panggilan telepon para wakil rakyat. Kejadian itu berlangsung pada Sabtu (9/8/2025) dan langsung memantik reaksi keras dari Pimpinan dan Anggota DPRD Sampang.
Baik pimpinan dewan maupun sejumlah anggota DPRD mengaku telah berulang kali mencoba menghubungi Fadli untuk mempertanyakan nasib tenaga honorer yang sudah mengabdi selama lebih dari satu dekade. Namun, usaha itu sia-sia. Ponsel Kadisdik tak kunjung diangkat, pesan tak dibalas, dan komunikasi nyaris mustahil dilakukan.
“Kami sudah berkali-kali mencoba, tapi susah sekali. Kami ini mewakili suara tenaga honorer yang sudah belasan tahun mengabdi. Wajar kalau kami mempertanyakannya,” ujar salah satu anggota DPRD Sampang yang enggan disebutkan namanya.
Sikap Fadli ini, menurut pimpinan DPRD, jelas mencoreng etika seorang pejabat publik. “Pejabat publik wajib terbuka dan responsif terhadap aspirasi masyarakat, apalagi menyangkut tenaga honorer yang jasanya besar dalam pendidikan daerah. Kalau malah menghindar, bagaimana mau membenahi pendidikan Sampang?” tegas salah satu pimpinan DPRD.
Kritik ini bukan yang pertama kali dilontarkan. Sumber internal di lingkungan Dinas Pendidikan Sampang mengungkap, kebiasaan Fadli yang sulit dihubungi sudah sering dikeluhkan, bukan hanya oleh dewan, tapi juga oleh para kepala sekolah dan tenaga pendidik yang membutuhkan kebijakan cepat. “Kadang kami butuh tanda tangan atau persetujuan mendesak, tapi beliau sulit dihubungi. Akhirnya pekerjaan jadi tertunda,” ungkap sumber tersebut.
Publik pun mulai bertanya-tanya: apakah Fadli benar-benar tak mengetahui persoalan honorer yang sudah bertahun-tahun menggantung, atau justru sengaja menutup telinga demi menghindari tekanan? Beberapa pihak menduga, sikap diam ini bisa jadi strategi untuk mengulur waktu, namun risiko yang ditimbulkan adalah runtuhnya kepercayaan publik terhadap Dinas Pendidikan.
Jika pola ini terus berlanjut, bukan hanya masalah honorer yang akan membusuk tanpa solusi, tetapi juga reputasi pemerintahan daerah yang akan tercoreng. Kini, bola panas ada di tangan Bupati Sampang untuk segera memanggil dan menegur bawahannya. Diamnya seorang pejabat publik bukanlah sekadar masalah komunikasi, melainkan bentuk pengabaian terhadap amanah rakyat.
Sampai berita ini diturunkan, Fadli S.Pd., M.Pd. belum memberikan klarifikasi resmi, seolah memilih bersembunyi di balik sunyi telepon yang tak terjawab. Pertanyaannya, sampai kapan pendidikan Sampang akan dipimpin dengan gaya kepemimpinan yang menghindar dari rakyatnya sendiri? (Red)