GOWA — Penanganan kasus pembunuhan tragis terhadap Ali, warga Parang-Parang Tulau, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, menuai kritik tajam dari Ketua Dewan Pengawas Lembaga Bantuan Hukum Macan Rakyat Indonesia (LBH MRI) Jumadi Mansyur, Hingga hari ke-11 pasca kejadian, Polres Gowa belum menetapkan satu pun tersangka, memicu tudingan adanya pembiaran dan ketidakseriusan aparat.
Lembaga Bantuan Hukum Macan Rakyat Indonesia (LBH MRI), Geram melihat lambannya proses penyelidikan dan penyidikan. Ia bahkan secara terbuka mendesak Kapolri dan Kapolda Sulsel untuk mencopot Kapolres Gowa karena dinilai gagal total dalam menegakkan hukum dan melindungi hak asasi manusia (HAM) diwilayahnya.
“Apapun alasan, pembunuhan secara terang-terangan tidak pernah dibenarkan oleh hukum, tidak boleh main hakim sendiri karena Negara kita adalah Negara Hukum
Sudah 11 hari berlalu, tetapi KaPolres Gowa belum mampu menghadirkan satu pun tersangka. Ini bukti nyata tidak adanya keseriusan,” tegas Jumadi, Kamis (11/12/2025).
Menurut Jumadi, bukti berupa video dan kesaksian masyarakat telah beredar luas, membuat polisi seharusnya tidak kesulitan mengidentifikasi para pelaku.
Jumadi menyebut, setidaknya ada lima peran kunci yang seharusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka, mulai dari orang yang menangkap, mengikat, menyeret korban menggunakan motor keliling kampung, hingga yang melakukan mutilasi (memotong alat vital).
"Polisi jangan pura-pura bingung menentukan siapa pelakunya. Video, saksi, dan bukti sudah ada. Ini delik umum, bukan kasus gelap,” kecamnya.
Jumadi juga menepis argumen yang mencoba membenarkan tindakan brutal tersebut atas nama budaya atau adat siri'. Ia menegaskan bahwa tidak ada budaya lokal maupun ajaran agama yang membenarkan tindakan main hakim sendiri yang biadab dan sadis tersebut, tidak boleh ada pembiaran atau Terjadi Kekosongan hukum dinegara kita.
Lembaga Bantuan Hukum Macan Rakyat Indonesia (LBH MRI), berjanji akan terus mengawal kasus ini dan mendesak agar para pelaku segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku, menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada kekerasan dan premanisme, tutunya.

