Presnews.my.id|Sampang – Bau busuk dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tanah negara di pesisir Kabupaten Sampang kian menyengat. PERISAI (Perhimpunan Reformasi dan Integritas Sampang Indonesia) secara keras dan terbuka menyeret nama Penjabat (PJ) Kepala Desa Sejati, Sugianto, untuk segera diperiksa Aparat Penegak Hukum (APH) atas dugaan penerbitan surat keterangan bermasalah yang disinyalir menjadi karpet merah penguasaan tanah negara secara ilegal, Sabtu 20-12-2025
Koordinator PERISAI, Hariansyah, menegaskan bahwa tindakan PJ Kepala Desa Sejati tidak dapat lagi ditoleransi dan tidak bisa dipoles sebagai kesalahan administratif. Pasalnya, tanah yang diterbitkan surat keterangannya jelas berstatus tanah negara, berada di kawasan pesisir, serta sama sekali belum mengantongi izin pertanahan maupun izin kelautan.
“Ini bukan kelalaian, ini dugaan penyalahgunaan kewenangan yang sangat serius. Surat desa itu diduga menjadi alat legitimasi semu untuk menguasai tanah negara. APH jangan ragu, segera panggil dan periksa PJ Kades Sejati,” tegas Hariansyah (20/12).
Pernyataan tersebut bukan tanpa dasar. Kantor Pertanahan Kabupaten Sampang secara tegas menyatakan bahwa tidak pernah menerima berkas permohonan atas lahan tersebut, sekaligus menegaskan bahwa tanah pesisir wajib mengantongi izin kelautan, yang dalam praktiknya hampir mustahil terbit jika berada di garis pantai.
Namun ironi mencolok justru terpampang di lapangan. Di tengah nihilnya izin dan kepastian hukum, bangunan sudah berdiri tanpa rasa bersalah. Fakta ini memunculkan dugaan kuat bahwa surat keterangan desa telah digunakan sebagai tameng administratif untuk mengakali hukum dan melompati prosedur negara.
Hariansyah menilai, tindakan PJ Kepala Desa Sejati berpotensi kuat melampaui kewenangan jabatan, bahkan mengarah pada perbuatan pidana, apabila surat keterangan tersebut diterbitkan dengan mengetahui status tanah negara dan keterbatasan kewenangannya.
“Logikanya sederhana: izin tidak ada, pertanahan tidak masuk, kelautan tidak mengizinkan, tapi bangunan berdiri. Kalau ini bukan pelanggaran serius, lalu apa? APH wajib turun tangan, kalau tidak, publik patut curiga,” sentilnya tajam.
Nada serupa disampaikan Pemerhati Hukum dan Kebijakan Publik, Agus Sugito, yang menyebut kasus ini memenuhi indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.
Menurut Agus, apabila surat keterangan diterbitkan dengan kesadaran penuh bahwa kewenangan desa tidak mencakup penetapan status tanah negara, lalu digunakan sebagai alat pembenaran penguasaan dan pembangunan, maka unsur pidana tidak bisa dihindari.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Sugianto selaku PJ Kepala Desa Sejati memilih bungkam seribu bahasa. Upaya konfirmasi berulang kali yang dilakukan redaksi melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp tidak direspons, sikap yang justru mempertebal kecurigaan publik.
PERISAI menegaskan, kasus ini tidak boleh berhenti di meja klarifikasi desa. Organisasi tersebut berkomitmen mengawal dan mendorong penegakan hukum hingga tuntas, serta mendesak APH bertindak tegas, cepat, dan transparan, demi mencegah praktik pembajakan tanah negara berkedok surat desa, khususnya di kawasan pesisir Kabupaten Sampang.
“Jika kasus seperti ini dibiarkan, maka desa bisa berubah menjadi mesin legalisasi pelanggaran. Negara tidak boleh kalah oleh secarik surat,” pungkas Hariansyah.(Wir)
.png)