Dalam pernyataannya, Pemdes menyebut dengan tegas—bahkan terkesan angkuh—bahwa “tidak ada pemotongan” dalam proses penyaluran BLT-DD. Klaim tersebut seolah ingin menutup seluruh kritik yang berkembang di masyarakat.
Sayangnya, narasi oknum itu langsung terbentur oleh kesaksian para penerima manfaat.
Sejumlah KPM menyebut bahwa mereka diundang ke balai desa bukan untuk mendapatkan penjelasan, melainkan dipaksa secara halus untuk menandatangani pernyataan bahwa tidak ada pemotongan.
“Kalau tidak ikut tanda tangan, katanya nanti tidak akan dapat bantuan lagi. Itu yang membuat kami tertekan,” ujar salah satu KPM yang meminta namanya dirahasiakan.
Ia juga mengaku datang ke balai desa bukan karena kemauan pribadi, tetapi karena perangkat desa memintanya hadir.
KPM tersebut bahkan mengungkapkan kalimat yang disampaikan kepadanya dalam bahasa Madura:
“Sanggu epabeliyeh pesse se tello ratos, pas ghun esoro jek sak kasak mon bedeh oreng atanyah pas jeweb tadek pamotongan,”
yang artinya:
“Saya kira uang yang dipotong mau dikembalikan, ternyata cuma disuruh diam kalau ditanya orang.”
Fakta lain yang lebih mencengangkan: dugaan pemotongan ternyata bukan hanya terjadi di tahap pencairan sekarang.
“Sebelumnya juga dipotong 300 ribu. Jadi totalnya 600 ribu,” tambahnya.
Informasi ini memperkuat laporan warga sebelumnya yang menyebut bahwa dana BLT-DD mereka tidak diterima secara utuh. Isu tersebut berkembang cepat dan menimbulkan keresahan, khususnya di wilayah Pejangkauan.
Meski demikian, Pemdes Pacanggaan tetap menangkis semua tuduhan. Mereka bersikeras bahwa proses penyaluran sudah sesuai regulasi, dan bahwa ajakan untuk membuat pernyataan tertulis adalah upaya menenangkan suasana agar tidak terjadi kegaduhan.
Pernyataan ini justru menimbulkan reaksi keras dari sejumlah tokoh masyarakat.
“Kalau memang tidak ada masalah, kenapa harus repot-repot memanggil warga untuk tanda tangan? Itu kan malah menimbulkan dugaan baru,” tegas salah satu tokoh yang enggan disebut namanya.
Ia menambahkan bahwa dugaan intimidasi semacam itu tidak boleh dibiarkan.
“Kecamatan dan inspektorat harus turun tangan. Jangan sampai dana desa dipermainkan, apalagi sampai menekan warga kecil,” ujarnya.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak kecamatan dan inspektorat belum memberikan keterangan resmi terkait langkah penanganan dugaan penyimpangan BLT-DD tersebut.
(Redaksi)
